Jumat, 19 November 2010

Sepertinya malam ini indah sekali, seindah suasana hati Anti. Hari ini dia berulang tahun yang ke 17, kebayangkan gimana bahagianya kalau usia kita sudah 17 tahun, nggak tahu kenapa, yang jelas usia 17 tahun itu special banget , buat dirayain. Begitu juga dengan Anti. Rumah bergaya Paris itu kini dipenuhi dengan balon-balon di setiap sudut dinding, suasananya dibuat lucu dan ceria, dengan menerapkan warna pink yang mendominasi, kue dan berbagai macam hidangan juga sudah siap. Band, MC semuanya ada. Semua undangan telah datang, namun acara belum dimulai, karena Anti masih menunggu Faris. Kekasih yang sudah menemaninya selama 2 tahun ini. Anti semakin resah, karena hari ini bukan hanya ulang tahunnya tapi juga annyversarry mereka yang kedua. Faris belum juga datang. Apa dia lupa kalau sekarang ia ulang tahun, atau lagi banyak kerjaan. Tapi dia janji untuk datang kok. Kenapa sampai sekarang dia belum datang. Waktu sudah menunjukkan jam delapan tepat, Faris belum juga datang. Mama sudah menyuruh Anti untuk memulai acara, namun Anti masih keukeuh nungguin Faris. Mama terus membujuknya karena tamu juga sudah datang semua, kasihan kan kalau nunggu terlalu lama. Apa boleh buat, acarapun dimulai. Sepanjang lagu Happy B’day dilantunkan, Anti masih mencari-cari Faris yang belum kelihatan.

“Kemana sih dia?”

“Oke, sekarang waktunya tiup lilin, tapi sebelumnya make a wish dulu. Tepuk tangan donk..” Suara MC dan riuhnya tepuk tangan membuat Anti memaksakan seulas senyum samar, karena dia masih belum lega. Dia memejamkan mata.

Faris to suto ni ai tai.” Stelah membatin harapannya, dia meniup lilin yang disambut dengan tepuk tangan gemuruh. Mama mencium kedua pipi putrinya , begitu juga papanya. Tiba-tiba lampu mati, semua gugup bingung karena tak terlihat apa-apa. Faris mengendap-endap mendekati Anti, dia memberi tanda pada MC, untuk menyalakan lagi lampunya, dan pada saat dinyalakan, Faris menempatkan kotak kecil yang ada di atas tangannya di depan Anti. Anti kaget dia menekam bibirnya sambil mundur selangkah. Semua bertepuk tangan. Anti nggak nyangka bakal dapat kejutan seperti ini.

“Happy Birthday.” Ucapnya sambil tersenyum manis. Anti melangkah mendekat dan mengambil kotak kecil yang di bawa Faris. Tepuk tangan semakin riuh. Termasuk Isya sahabat Anti yang dari tadi paling heboh.

“Buka buka buka buka buka…..” Koor para undangan yang dipandu MC. Anti membuka kotak itu, ternyata isinya sebuah cincin bertuliskan Faris. Semua bersorak untuk Anti.. Faris memakaikannya, suara tepuk tangan terus terdengar. Begitu merih malam itu, begitu bahagia Anti malam itu. Semua acara telah terlalui dengan ceria dan sesuai dengan harapannya. Acara selesai, semua undangan memberi selamat kepada Anti dan pulang. Isya yang belakangan pulangnya akhirnya pulang juga.

“Selamat ya An…” Ucap Rizky.

“Eh lo Riz, gue kira lo nggak mau datang, mana Nua?” Tanyanya bercanda.

“Dia nggak ikut.” Jawabnya dengan gaya cuek dan sok coolnya. Anti menganggukkan kepala sambil tersenyum.

“Ok, thanks ya..” Lanjut Anti. Rizky pamit pulang. Anti melihat ternyata Isya satu mobil dengan Rizky. Dasar tukang nebeng. Batin Anti. Suasana sepi hanya ada Faris dan Anti, papa dan mama membiarkan mereka berdua.

“Aku nggak nyangka kamu bakal ngasih kejutan buat aku, makasih.” Ucap Anti lembut. Mereka duduk di ayunan dekat kolam renang.

“Dari tadi aku nunggu, sampai tanganku berkeringat karena deg-degan tapi kamunya nggak mulai-mulai.” Protes Faris.

“Masa sih.. Udah 2 tahun masih deg-degan, habisnya kamu nggak bialng kalau mau dating.” Giliran Anti yang protes.

“Ha ha, kalau aku bilang bukan kejutan,huh aku juga nggak tahu aku selalu deg-degan kalau ketemu kamu, seneng banget kalau ketemu kamu. Udahlah, kamu tadi make a wish apa?” Tanya Faris mengalihkan pembicaraan.

Faris to zuto ni ai tai.” Karena Faris mengerutkan kening, Anti melanjutkan.

“Aku ingin berpacaran dengan Faris selamanya.” Senyum Anti mengembang. Begitu juga Faris. Dia semakin nggak tega kalau meninggalkan Anti sendirian, tapi itu harus. Faris mengatur nafasnya. Dan…

“An,,” Katanya sambil memegang tangan Anti.

“Aku mau ke Amerika.” Senyum Anti yang tadi mengembang sekarang berubah, matanya memberi isyarat meminta penjelasan. Faris menarik nafas lagi.

“Ya, aku harus ke Amerika, karena tugas kantor. Sebenarnya aku juga nggak mau tapi ini tugas, aku nggak bisa nolak.” Jelas Faris cepat. Anti masih bergeming dia menatap kosong ke kolam renang.

“Kenapa kamu nggak bilang dari dulu.” Tanyanya tanpa mengalihkan pandangannya.

“Aku nggak berani..”

“Kapan, kamu berangkat?” Tanyanya, dia berusaha menahan kagetnya. Setelah berpacaran dengan Faris yang lebih tua darinya 6 tahun, Anti menjadi sedikit dewasa. Dia nggak mau terlihat seperti anak-anak di depan Faris.

“Lusa.” Rasa bahagia yang ada hilang semuanya nggak ada sisa lagi

“Kuliah kamu?”

“Aku pindah ke sana, kamu ngertiin aku ya, ini demi masa depan ku dan kalau kita masih ditakdirin bersama, ini buat kamu juga.” Dia memalingkan wajah Anti yang dihiasi cairan bening yang keluar dari matanya. Faris menghapusnya lembut.

“Berapa lama?” Tanya Anti yang mulai terisak.

“Aku nggak tahu.” Aapa? Nggak tahu, meskipun Anti berusaha menjadi dewasa, dia tetap nggak bisa mikir jernih, kalau seperti ini, dia masih tetep anak 17 tahun yang butuh semua orang yang di sayanginya ada di sisinya.

“Kita kan masih bisa kirim e-mail, chatting, telfon, sms, atau apalah untuk komunikasi.” Bujuk Faris.

“Tapi itu nggak sama, kamu nggak ada di sini.” Sifat aslinya keluar. Dia paling nggak bisa menahan emosi.

“Aku tahu, berat buat kamu, tapi aku juga nggak bisa berbuat apa-apa.” Faris menghapus air mata Anti lagi yang percuma juga kalau dihapus. Anti menghela nafas.

“Janji, kamu nggak bakal lupa sama aku? Kamu bakal selalu ngsih kabar ke aku.”

“Aku janji.” Faris menyandarkan kepala Anti ke pundaknya. Malam itu kini berubah mendung, semendung hati Anti yang nggak menentu.

Pagi yang cerah, tapi nggak secerah hati Anti yang campur aduk, karena hari ini hari berangkatnya Faris ke Amerika. Mama dan papa juga bingung dengan sikapnya yang mendadak pendiam, biasanya dia menyapa mereka dengan ceria.

“Kamu kenapa saying, berantem sama Faris?” Tanya mama sambil melahap nasi gorengnya.

“Nggak ma, hari ini Faris ke Amerika ada tugas kantor.” Jawab nya cepat namun tak bersemangat. Mama mengangguk mengerti, dia tahu suasana hati anaknya. Papa juga diam saja. Dia sama sekali tidak bersemangat. Antara percaya dan nggak, dia nggak tahu harus pilih yang mana? Antara khawatir dan tenang, dia juga nggak tahu harus pilih yang mana?

“Hei, mgelamun aja.” Suara Isya yang cemprengpun yang menimbulkan protes seluruh anak kelas XI-H, tak membangkitkan semangatnya. Dia hanya tersenyum samar.

“Lo kenapa sih, pagi-pagi udah loyo?” Tanya Isya. Merasa nggak ada tanggapan dia bertanya lagi.

Halloo.. What happen with you, girl?” Kini suaranya mengeras. Anti menoleh kepadanya.

“Faris, hari ini dia bakal berangkat ke Amerika.”

“Apa?!? Beneran? Ngapain?” Tanya Isya sok mendramatisir. Yang membuat Anti semakin gusar, tapi kalu dibiarin dia bakal ngejar terus.

“Tugas kantor, dan baliknya dia belum tahu.” Jawabnya padat dan jelas. Kemudian..

“Tapi gue percaya dia nggak bakal lupain gue.”

“Sabar ya, mungkin memang ini yang terbaik dan mungkin juga, ini ujian buat

hubungan kalian.” Jawab Isya sok bijaksana. Anti tersenyum geli mendengarnya. Tumben temennya dewasa.

“Ngapain ketawa?” Isya sewot.

“He he.. Habisnya tumben lo bisa ngomong gitu, tumben?”

“Ye… kalau dibilangin ngejek.” Isya tambah sewot. Anti semakin geli, akhirnya mereka tertawa bersama. Untuk sesaat dia bisa melupakan kebimbangannya.

Anti berusaha konsentrasi terhadap pelajaran, tapi sama sekali nggak bisa. Rasa nggak menentu itu datang lagi, dia pengen banget nemuin Faris sekarang. Dia masih belum bisa menerima kalau menghadapi hari-hari tanpa Faris. Jarum menunjukkan angka 13.45, sebentar lagi pulang. Dia semakin takut bertemu dengan Faris, dia takut kalau semakin nggak bisa melepasnya. Hal yang ditunggu-tunggu terjadi juga. Bel panjang tanda pulang berbunyi. Hal yang diinginkan atau tidak? Hah bingung. Anti benar-benar belum siap dengan ini semua. Kenapa Faris nggak bilang dari dulu? Kenapa harus sa’at dia ulang tahun? Anti menggelengkan kepalanya. Meskipun dia bertanya seperti itu, dia tidak akan mendapat jawaban yang sesuai dengan hatinya. Dia kembali ke rumahnya dengan wajah lesunya. Tertawa tadi hanya sesaat setelah itu murung lagi. Waktu cepat sekali berputar, dia cepat-cepat mandi dan dandan karena dia harus ke bandara. Dia mengatur nafasnya berulang-ulang. Tanpa Faris dengan waktu yang nggak pasti. Selang beberapa menit Anti sudah siap dengan rock motif polkadot dengan atasan tanktop yang dibalut dengan bolero lengan panjang. Rambutnya yang ikal dibiarkan terurai sepunggung. Dia terlihat feminine sekali. Sepanjang perjalanan menuju bandara, dia hanya menatap kosong keluar jendela. Sampai akhirnya suara sopir taxi membuyarkan lamunannya.

“sudah sampai neng.” Anti tersenyum ramah kepadanya. Setelah dia membayar argonya, dia keluar dengan perasan nggak menentu. Setiap langkahnya sangat tidak mengenakkan, dia melihat Faris sedang sibuk dengan Hpnya. Tak lama, dia mengalihkan pandangannya kea rah Anti. Dia tersenyum lebar. Begitu juga Anti meskipun sebenarnya dia pengen teriak. Jangan pergi……

“Aku baru nelfon kamu lho tadi.”

“Oh ya, berarti aku telat.” Ucap Anti berusaha bercanda. Tapi Faris tahu itu Cuma sikap palsunya saja. Faris mengusapkan tangannya ke kepala Anti. Mata Anti mulai berkaca-kaca. Dan cairan bening itu nggak bisa lagi buat ditahan, semuanya keluar. Faris semakin nggak tega untuk ninggalin anak kecil itu.

“Aku bakal kembali.” Ucapnya yakin. Anti hanya bisa terisak. Dia nggak bisa ngomong apa-apa. Tangannya yang digenggam Faris semakin nggak mau untuk dilepas. Suara bagian informasi mulai terdengar, tanda pesawat akan segera barangkat. Semua yang se arah penerbangan dengan Faris mulai meninggalkan tempat. Begitu juga Faris.

“Aku berangkat ya, I love you, I do.” Ucapnya. Namun Anti masih bergeming tapi Faris mengerti itu. Faris mulai melangkah menjauhi Anti, namun baru beberapa langkah Anti menggenggam tangannya.

“Kalau sudah sampai sana, sms aku. Love you too.” Ucapnya sambil berusaha tersenyum. Faris membalas senyumnya lalu berlalu menuju pesawat. Suara pesawat yang lepas landas terdengar ditelinga Anti. Anti pulang dengan lesu. Mamanya jadi khawatir, namun apa boleh buat kalau sudah begini dia paling susah dibilangin. Dia hanya menangis di kamar, dia bukan hanya menangis karena ditinggal Faris, dia juga takut bagaimana kalau dia nggak kembali, kalau dia lupa sama Anti, kalau dia tergoda cewek Amerika, kalau, kalau, kalau …. Hahhh pusing Anti menutumpuk kepalanya dengan bantal. Tak terasa matanya terpejam.

Matahari sudah terbit lagi, waktu memang cepat berputar. Anti bangun dengan malas. Matanya pedas karena kebanyakan nangis. Dia melihat Hpnya ada satu pesan. Dia cepat-cepat membukanya.

morning honey,, aq sdh smpai, miss you so.. J

sender : My Prince

Senyum Anti mengembang, membaca sms Faris, dia memang lelaki baik, belum pernah dia ingkar janji. Dia membalas smsnya. Faris tersenyum membacanya..

Pgi jg,,, miss you 2… baik2 d’sna,,, love u… J

Sender : My princes

Anti menjalani hari itu dengan penuh semangat. Sekarang dia percaya sama Faris, dia nggak perlu khawatir lagi. Mama dan papa juga senang melihat Anti ceria lagi.

“Udah nggak nangis lagi?” Goda papanya.

“Nggak ah, capek nangis terus.” Celetuk Anti

“Nggak perlu sedih, mama aja percaya kok sama Faris, masa kamu yang pacarnya masih ragu.” Lanjut mama.

“Namanya juga syok ma, dua tahun sama-sama terus, eh tiba-tiba ditinggal ngomongnya mendadak lagi.” Protes Anti.

“Iya mama tahu. Ayo sarapan.” Sarapan pagi itu seperti biasanya, tapi kali ini Anti semangat melahap sarapannya. Di sekolah pun dia mulai berkelakar sama Isya dan teman-teman yang lain. Isya juga senang melihat perubahan temannya itu. Hari-hari berjalan dengan normal. Bercanda, yah seperti biasa, hanya saja dia sering teringat oleh Faris kalau sedang sendiri. Hampir satu tahun Faris nggak di Indonesia. Dan selama itu dia belum pernah ngasih kabar. Ujian semester 1 pun sudah selesai, dan Anti mendapat nilai yang sangat memuaskan. Dia harus ngasih tahu Faris. Dia sudah nggak sabar, sudah lama Faris nggak menghubunginya.

Ogenki desuka.. liburan pasti sepi tnp km.. miss you so…

Send to : My Prince

Anti seneng banget. Dia merayakan hasil nilainya itu dengan menraktir teman-teman bigosnya. Sampai sore mereka nongkrong, dan sampai sore itu juga belum ada balasan dari faris, kemana ya dia…? Apa lagi sibuk, ah nggak kalau di Amerika sekarang kan udah pagi, mungkin masih tidur. Dia meyakinkan dirinya sendiri. Sesampainya di rumah, dia juga masih menunggu balasan dari Faris, tapi belum ada juga. Anti mulai resah harusnya jam segini dia sudah bangun, tapi kenapa smsnya nggak dibalas? Dia mencoba kirim e-mail. Yah mungkin besok atau lusa pasti dibalas. Dia percaya itu. Sebelum tidur, dia memandangi cincin pemberian Faris, dia tersenyum sendiri dan matanya terpejam. Paginya dia melihat layer Hpnya ternyata masih kosong, belum ada tanda pesan masuk. Tanpa cuci muka terlebih dulu, dia langsung membuka laptopnya untuk membuka e-mail nya. Belum ada. Semua yang berhubungan dengan Faris belum bisa dia tahu bagaimana. Namun hatinya masih menyuruhnya untuk percaya. Dia melanjutkan kegiatannya dengan hati tak menentu, yang sempat hilang tadi. Setelah mandi dia mengecek Hpnya kembali. Masih kosong. Dia mulai resah, kemana Faris, selama 6 bulan lebih bahkan hampir setahun ini dia sudah nggak pernah ngasih kabar. Selama ini Anti juga tidak berani menghubunginya, dia takut Faris terganggu dan marah. Faris kalau marah suka lama. Hari ini hari pertamanya liburan semester satu. Biasanya liburan seperti ini selalu dia habiskan dengan Faris, semuanya dia. Dia sudah terlalu dalam menyelam ke dalam hati Anti. Anti mencoba keluar dari rumah dan duduk di ayunan dekat kolam renang. Di sini Faris mengatakan kalau dia akan ke Amerika dengan waktu yang tak pasti. Di sini juga dia sering menghabiskan waktu dengan mengobrol atau membuat barbeque dengan Faris. Hah semua dia. Anti menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Apa Faris sudah lupa padanya? Atau dia sekarang punya pacar baru, yang lebih dari Anti? Bagaimana kalau dia sakit atau… Atau…. Atau…? Hah tidak tahu. Semua bercampur diotak Anti. Tapi mengapa hatinya tetap yakin tidak ada apa-apa? Dia bingung pilih yang mana? Dia bangkit dan mencoba keluar dari rumah. Sepanjang jalan dia mencoba menelfon Faris, tidak diangkat. Dia mencoba beberapa kali, tapi tetap saja. Tidak ada jawaban. Dia turun di sebuah taman kota. Faris menyatakan cintanya di sini. Anti mengurungkan niatnya dan pergi ke sebuah mall. Tempat mereka berdua bertemu untuk pertama kalinya. Waktu itu Anti ke sebuah toka buku, tanpa sengaja mereka bertemu muka ketika Anti mengambil sebuah buku dan Faris juga melakukan hal yang sama. Awalnya biasa saja. Beberapa hari berikutnya, hal yang sama terjadi, dan itu terulang sampai tiga kali. Mereka jadi salah tingkah sendiri. Faris memberanikan diri mendekatinya. Selama lima bulan, mereka dekat seperti kakak adik, dan tepat pada tanggal sepuluh Januari tepat hari ulang tahun Anti mereka jadian. Seseorang menyenggol pundak Anti. Lamunan Anti buyar. Dia kembali keluar, dia tidak tahu harus kemana. Sisi hatinya menyuruhnya untuk melupakan Faris, namun sisi lain melarangnya. Dia tidak tahu. Anti mencoba mengirim sms lagi. Menelfonnya lagi, tapi sama saja tidak dibalas. Dia bingung harus kemana? Sepertinya semua tempat sudah pernah dia kunjungi dan itu semua dengan Faris. Karena masih bingung, akhirnya dia memutuskan ke rumah Isya. Bi Lasih mengatakan Isya ada di kamar, Anti langsung naik dengan lesu. Isya mendongakkan kepalanya dari balik tabloidnya. Dia memang penggila tabloid, apalagi kalau beritanya tentang artis-artis Korea. Isya heran melihat temannya yang kusut itu.

“Kenapa lo?” Dia bangkit dari tengkurapnya dan duduk. Anti menghempaskan tubuhnya di ranjang Isya. Dia menatap langit-langit.

“Faris.”

“Emang kenapa sama Faris?” Isya bingung.

“Udah hampir setahun, tapi dia nggak pernah telfon gue.” Tetap pada posisinya.

“Lo nggak coba hubungin dia?”

“Gue takut ganggu, tapi akhirnya gue nggak kuat dan gue udah telfon, sms tapi nggak ada jawaban, e-mail juga.” Jelas Anti

“Dia sibuk kali.”

“Masa nggak punya waktu sedikitpun buat gue, gue pacarnya.” Anti mulai gusar.

“Lo sabar aja, emang gitu nggak enaknya hubungan long distance. Lo juga harus percaya sama dia.” Nasihat Isya

“Gimana gue bisa percaya kalau dia aja udah mulai lupa sama gue.”

“Jangan sembarangan kalau ngomong. Gue tahu Faris, dia baik kok, dan selama ini dia nggak pernah kan bikin lo sakit, yang ada lo malah bikin dia ma’afin lo terus.” Isya ganti menyalahkan Anti. Memang, Pertama kali pacaran sama Faris, dia merasa diatur. Dan Faris sibuk sama kuliah dan kerjanya. Anti sempat jengkel, dan ketahuan waktu jalan sama cowok lain, dan bilangnya lagi di rumah. Semenjak itu, dia mulai sayang beneran sama Faris, karena dia selalu mema’afkan Anti apa pun salahnya. Dia begitu baik.

“Lo nyalahin gue?” Protesnya.

“Nggak, tapi lo percaya deh sama dia, gue yakin dia nggak lupa sama lo.

Mungkin, dia sibuk kerja dan kuliah, bisa aja kan. Percaya deh, because true love

never say goodbye.” Anti memalingkan wajahnya ke hadapan Isya, dia

mengerutkan dahi, Isya hanya tersenyum. Anti menghembuskan nafas mendengar nasihat Anti. Ada yang menyuruhnya percaya ada yang tidak.

Kata-kata Isya tadi masih terngiang ditelinga Anti. Apa benar? Kalau tidak pernah ada kata selamat tinggal untuk cinta sejati? Apa berlaku juga untuk hubungannya sama Faris? Dia terus memandangi layar Hpnya yang sama saja, belum ada gambar amplop di dalamnya. Satu hari rasanya lama sekali, sekarang sudah tanggal tujuh, berarti sebentar lagi usia nya 18 tahun, dan annyversarrynya yang ke tiga. Anti menghantam-hantamkan kepalanya ke bantal, berharap hatinya bisa tenang, dan percaya pada Faris tapi sama saja. Tidak bisa. Resah tetap mendominasi. Dia memejamkan matanya berharap dia bisa terlelap, tapi nggak bisa. Tiba-tiba… Bib bib. Ada sms. Pasti Faris, Anti langsung bangkit dan membuka pesan itu.

Huy…… Gi ngaps nie?!??

Sender: satria

Anti mengerutkan dahi. Tumben Satria sms dia, biasanya nggak pernah. Satria cowok popular dari kelas A. Tapi Anti tak pernah menghiraukannya. Daripada dia murung terus, dia membalas smsnya.

Gi tduran, amuuw?

Send to: satria

Sms kmu.. lbran kmn?

Sender: satria

D’humz

Sen to: satria

Mw jln g’ bsok???

Sender: satria

Where?

Send to: satria

Pkoknya ikt aj.

Sender: satria

uKeyh……

send to: satria

Anti juga bingung dengan jawabannya, kok dia mau diajak cowok lain. Padahal dia sudah janji nggak bakal kayak gini lagi. Tapi sisi hatinya senang dia diajak Satria. Sisi satunya menolak. Anti mulai bingung lagi. Tapi bibirnya tak tahan untuk tersenyum senang. Dan dengan mudahnya dia tertidur. Paginya dia melihat ada pesan masuk. Entah kenapa dia nggak berharap lagi itu dari Faris. Dia menyangka itu dari Satria dan ternyata benar, Dia perhatian sekali. Sama dengan Faris, Anti segera menghilangkan pikiran itu. Nggak, Faris sudah lupa padanya. Dia sudah nggak perhatian lagi. Sama sekali. Anti juga sudah nggak mau tahu lagi akan e-mailnya. Dia cepat-cepat bangun mandi dan sarapan.

“Udah nggak lesu lagi, Faris sudah hubungi kamu?” Tanya mama waktu sarapan.

“Belum.” Jawabnya dengan mulut penuh roti. Dia melahapnya dengan cepat. Nggak tahu kenapa Anti semangat pagi ini. Mamanya heran.

“Mama nggak usah heran, aku baik-baik aja kok.” Mama hanya mengangkat alis dan tersenyum mendengar jawaban anaknya itu. Anti menghabiskan waktunya dengan menonton TV, hanya itu yang bisa dia lakukan. Kalau bosan dia tidur. Dia beranjak dari sofanya untuk naik ke kamar. Terdengar suara mobil. Dia menoleh, dan berlari kecil melihat siapa yang datang. Satria keluar dari mobilnya, Anti terperangah melihat cowok itu, dia keren sekali dengan kaus dan celana jeans di bawah lutut.

“Siapa An?” Pertanyaan mama membuatnya kaget.

“Temen ma.” Anti berlalu langsung membukakan pintu.

“Hai.” Sapa Satria dengan senyum seribu watt nya. Aduuh ganteng banget sih ni anak, dari masih kelas satu Anti paling suka stylenya Satria. Anti masih bengong melihat Satria. Tapi aneh perasaannya biasa saja. Tapi nggak tahu kenapa dia senang sekali, dan nggak tahan untuk senyum terus. Apa dia jatuh cinta lagi??

“Kok belum sia?” Tanya Satria masih diambang pintu.

“Oh iya, masuk dulu gue mau siap-siap bentar.”

Satria masuk dan duduk di ruang tamu. Sebelumnya dia bersalaman dengan mama Anti, aneh mamanya kurang welcome dengannya. Ah peduli apa. Tak lama kemudian Anti sudah siap dengan rok pink model balon selutut, dan atasan putih. Rambutnya dikuncir di belakang. Satria melihatnya sangat cantik, tapi agak sedikit heran, penampilannya seperti orang dewasa, dan seperti mau pergi ke acara yang semi resmi.

“Beneran lo pakai ini?” Tanya Satria heran.

“Kenapa?”

“Kok rapi banget.”

“Biasa aja.” Mereka diam. Semua ini karena Faris, setiap mereka akan pergi, Faris paling suka dengan penampilan Anti yang seperti ini, nyaris dia nggak punya celana sejek pacaran dengan Faris. Hah kenapa Faris lagi sih, dia aja nggak peduli.

Satria melajukan mobilnya dengan santai. Sesekali dia melirik Anti, betapa manis gadis itu.

“Mau kemana kita?” Tanya Satria akhirnya.

“Terserah.” Jawabnya pendek. Akhirnya Satria melajukan mobilnya menuju Dufan. Faris juga pernah mengajaknya ke sini. Hah nggak peduli. Anti senang diajak ke sini. Mereka menaiki semua permainan yang ada di situ, mulai dari roller coaster, tornado, semuanya. Sejenak Anti melupakan Faris. Dia senang sekali. Satria begitu baik dengannya, begitu perhatian. Sama dengan Faris tapi dia cenderung lebih sering mengajaknya bercanda. Kenapa jadi bandingin mereka? Setelah dari Dufan, mereka jalan-jalan ke taman, pergi ke mall, dan makan di sana. Satria selalu bisa membuat Anti tertawa, wajah murung Anti kini hilang, cerianya kembali. Tak terasa sudah gelap, langit sudah berubah menjadi biru tua. Sebelumnya Anti tak pernah main seharian penuh, karena kesibukan Faris, tapi Faris selalu memberi kesan, Satria nggak. Ah ngapain mikirin Faris lagi, dia aja nggak peduli. Satria mengantarnya sampai rumah. Setelah mengucapkan selamat tinggal. Anti masuk ke dalam rumah. Masih senyum-senyum sendiri. Ketika akan menaiki tangga..

“Mama kurang suka sama dia.” Kata mama tiba-tiba. Anti menoleh ke mama, tapi beliau hanya mengangkat kepala dan berlalu. Anti masuk ke dalam kamar, kata-kata mama tadi apa maksudnya? Hah nggak tahu, yang penting Anti senang hari ini. Hpnya berbunyi. Sms dari Satria.

Met bo2 cantq……

Sender: satria

Anti tersenyum melihat pesan itu. Dan matanya menatap cincin yang ada di jari manisnya itu. Senyumnya hilang. Dia ingin sekali melepas cincin itu, tapi dia ragu sekali, akhirnya dia tetap membiarkan cincin itu tetap melingkar di situ. Matanya terpejam.

Hari ini tanggal 10 Januari. Anti juga hampir lupa ulang tahunnya. Hari ini bukan hanya hari ulang tahunnya tapi juga annyversarrynya yang ke tiga dengan Faris. Siapa tahu dia hari ini menghubunginya. Mama, papa, Isya, Satria memberinya ucapan selamat ulang tahun melalui sms, tapi dia belum puas. Faris belum menghubunginya. Sama sekali. Dia menuruni tangga untuk sarapan dengan wajah lesu lagi. Mama tahu, semua hanya diam. Karena hari ini ulang tahun Anti, Satria menjemputnya ke rumah malam harinya. Dia mengajak Anti makan malam. Makan malam yang sangat romantis, hanya ada mereka berdua. Sama seperti Faris, aduuh kenapa dia terus sih.. Setelah makan malam, Satria mengajaknya ke taman, di sana Anti melihat letupan-letupan kembang api, yang sengaja dipersembahkan untuknya, hah Anti sangat istimewa dengan ini semua.

“Makasih.” Ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya ke kembang api.

“Nggak perlu, semua ini buat kamu, aku paling nggak bisa lihat kamu murung.” Katanya. Sambil merangkul Anti, entah kenapa dia risih dan melepaskan tangan Satria. Satria maklum dengan itu. Waktu cepat sekali berputar, semester ke dua di mulai. Semua masuk seperti biasa. Dan Faris belum juga menghubunginya. Tapi semua itu ditampiknya karena hatinya kini sudah tidak kosong lagi, ada Satria. Entah kenapa, Anti mulai menyukainya. Perhatiannya, semuanya. Di sekolah pun dia makin dekat dengan Satria. Sebentar dia ragu, tapi dia menepis keraguan itu jauh-jauh. Dia semakin dijutekin cewek-cewek, karena dia sering dekat dengan Satria. Bahkan sekarang lebih dekat. Satria sering jadi tempat curhatnya. Dia sering menemani Anti kemanapun. Dia juga selalu ada saat Anti butuh. Hampir stiap hari dia ke rumah Anti. Isya juga termasuk yang jutek dengan Anti.

“Lo suak sama dia?” Tanyanya penuh selidik.

“Mmm nggak tahu, kayaknya sih iya…” Jawabnya sambil terus tersenyum.

“Lo gila, Faris gimana?” Isya mulai gusar.

“Dia udah lupa sama gue, buat apa gue pusing-pusing mikirin dia.” Jawabnya santai.

“Huh, terserah lo aja.” Isya pergi keluar kelas. Nggak tahu kemana. Anti tetap diam. Apa dia salah? Apa dia sudah menghianati Faris? Pertanyaan demis pertanyaan menghujani otaknya. Anti menepisnya jauh-jauh. Dia nggak mau pusing. Faris sudah lupa sama dia. Bahkan dia lupa hari ulang tahunnya, dia lupa annyversarry mereka. Dia sudah benar-benar lupa sama Anti. Sekarang sudah ada Satria. Dia yang selalu menemani Anti, dia yang selalu menghiburnya. Bukan Faris. Bukan. Dia meyakinkan dirinya sendiri. Hubungan Anti dan Satria kian dekat. Di kelas mereka selalu berdua. Anti tak peduli lagi dengan Isya, yang kurang setuju dengan kedekatannya dengan Satria. Anti tak peduli itu, mama dan papa juga kurang setuju, karena semenjak Anti dekat dengan Satria dia jarang di rumah, jarang belajar, nilai mid testnya pun merosot. Anti sempat kecewa dengan itu, tapi dia senang dekat dengan Satria. Dia juga nggak peduli nilainya turun, toh masih bisa diperbaiki. Malam ini Satria mengajaknya jalan lagi, dan Anti mau. Hari-harinya yang hitam putih karena kebimbangannya memikirkan Faris, kini jadi lebih berwarna. Sebenarnya mama melarangnya, tapi Anti tetap bersikeras berangkat. Satria mengajaknya makan malam lagi. Romantis sekali, padahal ini bukan ulang tahunnya, ada apa? Suasana sunyi, semua diam.

“An,,,” Satria memecah keheningan.

“Ya..”

“Mmmmm,,, boleh ngomong sesuatu.” Anti mengangguk mendengar pertanyaan itu, tapi dia tetap pada kegiatannya.

“Aku suka sama kamu.”

Anti yang sedang memotong beef nya terhenti. Dia meresapi kata-kata Satria. Dia mendongak.

“Iya, aku suka sama kamu.” Jelas Satria lagi, kini kata-kata itu terdengar jelas. Dia bingung harus berkata apa. Dia teringat Faris, dia teringat Isya, mama, papa. Semua orang-orang yang nggak suka dengan kedekatan mereka. Dia termangu.

“An?” Panggil Satria lagi yang membuat lamunan Anti buyar.

“Oh iya, a… a,,,, aku juga suka sama kamu.” Jawaban itu meluncur begitu saja dari bibir Anti. Apa yang sudah dia katakana. Dia sempat menyesal, tapi dia menepisnya jauh-jauh.

“Jadi kita resmi…?” Satria meyakinkan. Anti hanya menganggukkan kepala. Bingung harus berkata apa. Malam itu adalah malam indah bagi Anti. Hanya indah, bukan yang paling indah. Tapi Anti tak peduli itu. Sekarang dia tak sepi lagi. Anehnya dia nggak mau melepas cincinnya. Sedang apa Faris sekarang. Batinnya. Matanya terpejam.

Pagi ini sangat indah, setidaknya Anti nggak murung lagi. Dia sangat ceria, setelah satu bulan ini berpacaran dengan Satria. Dia sangat baik. Namun, mama kurang senang dengan keadaan anaknya itu. Kalau papa terserah Anti saja, beliau hanya mendukung. Anti juga berpihak ke papa, dia tak peduli apa kata mama nya. Satria menjemputnya.

“Anti berangkat ma, pa…”

“Ya hati-hati..” Jawab papa, sementara mama hanya bergeming. Anti lalu menghambur keluar untuk berangkat. Satria keluar dari mobil, lalu memegang tangan Anti dia ingin mengecup pipinya, tapi Anti menolaknya. Nggak tahu kenapa Anti nggak mau melakukannya. Faris nggak pernah seperti ini dia sangat menghormatinya. Satria maklum. Di sekolah gossip semakin hangat. Anti pun jadi cewek popular karena dia pacaran sama Satria, tapi banyak juga uang semakin benci sama dia. Isya juga sama, dia sering menjauhi Anti, kenapa sih nggak ada yang suka aku pacaran sama Satria. Batinnya. Ada juga yang masih sering menyoraki mereka berdua. Hari-hari Anti kian berwarna. Dia nggak mau ini berakhir. Dia senang dengan keadaan ini, meski sisi hatinya mengerang marah, atas keputusannya. Setelah berpacarn dengan satria dia selalu keluar rumah, jarang sekali di rumah. Sering telfon telfonan sampai malam, jalan sampai malam. Anti benar-benar lupa sama apa yang seharusnya dia kerjakan, tapi jauh dilubuk hatinya dia sangat merindukan Fais. Sangat rindu. Mama nggak betah dengan kelakuan anaknya itu. Saat Anti pulang, waktu menunjukkan pukul jam sebelas tepat. Mama menegurnya.

“Dari mana kamu?” Tanya mama ketus dari ruang tamu. Anti menghentikan langkah.

“Jalan sama Satria.” Jawab Anti tanpa memandang mamanya.

“Sampai selarut ini!! Kamu lupa, sebentar lagi ujian kenaikan, tapi kamu malah enak-enakan pacaran! Mama bener-bener nggak suka denagn perubahan kamu ini!

“Masih jam sebelas mama.” Protes Anti, tanpa mengubah posisi.

“Masih kata kamu! Ini sudah larut, waktu kamu sama Faris, kamu nggak pernah seperti ini! Pulang malam,lupa belajar, Satria benar-benar membawa dampak buruk!”

“Ma! Jangan samain Satria sama Faris! Faris udah ninggalin aku! Dia sudah ngelupain aku! Mereka nggak sama. Satria nggak pernah buat Anti sedih!” Anti sedikit membentak, dan melangkah menaiki tangga dengan kesal. Terdengar pintu dibanting. Dia menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Kenapa orang-orang yang disayangi Anti menentang hubungannya? Dia nyaman bersama Satria, dia bahagia sama Satria, tapi kenapa mereka malah nggak suka? Anti membenamkan kepalanya dibawah tumpukan bantal. Terlelap.

Suasana sarapan pagi yang sangat dingin, tidak enak sekali. Mama hanya diam. Begitu juga papa, papa emang orangnya santai. Terlalu santai malah. Setelah sarapan Anti berangkat seperti biasa Satria selalu menjemputnya. Sepanjang perjalanan mereka hanya diam.

“Kamu kenapa, kok murung?” Tanya Satria memecah keheningan.

“Mama, nggak suka sama hubungan kita.” Jawabnya sambil menatap keluar jendela.

“Hah, mungkin mereka cuma butuh waktu. Kita buktiin aja, kalau kita saling menyayangi, pasti mereka ngerti.” Tangan Satria membelai kepala Anti. Sejenak dia tenang, dan tersenyum pada Satria. Namun ketenangan itu tidak bertahan lama. Para cewek semakin benci padanya, itu sih nggak masalh, masalahnya sama Isya. Dia juga ikut-ikutan jutekin Anti. Anti gusar dengan semua ini. Dia nekad mendekati Isya di kantin.

“Sya, lo kenapa sih?” Dia mengambil kursi di dekatnya. Isya tetap diam, sambil mengaduk-aduk minumannya.

“Sya, jawab dong kenapa lo jutekin gue..” Anti menggoyang-goyangkan tubuh Isya.

“Lo jahat.” Jawabnya akhirnya. Tanpa memandang Anti. Anti mengerutkan kening.

“gue nggak nyangka, punya sahabat yang jahat kayak lo. Lo selingkuh. Lo khianatin Faris.”

“Lo kok nyalahin gue. Faris udah ninggalin gue…..

“Cuma segini rasa percaya lo, dia kesana itu karena tuntutan pekerjaan! Misal nggak, dia nggak bakal ninggalin lo! Sekarang lo malah asyik sama si Satria! Lo jahat!” Dia meninggalkan Anti yang termangu. Sisi hatinya ikut menyalahkannya. Tapi satunya lagi menentang. Aku kangen kamu Ris. Batinnya. Air matanya menitik. Dia segera menghapusnya.

Syank, jlan yuk..

Sender: satria

Key..

Send to: satria

Beberapa menit kemudian Satria datang. Malam Minggu memang malamnya kencan. Seperti biasa,Satria sangat tampan. Senym seribu wattnya itu yang membuat tambah nggak karuan. Anti juga mulai nggak nyaman dengan sikapnya pada Satria. Tapi dia berusaha netral dengan keadaan ini. Dia jalan dengan Satria. Entah mengapa perasaanya nggak enak malam ini. Sepanjang perjalanan dia hanya diam.

“Kamu kenapa?” Tanya Satria.

“Nggak pa-pa.” Jawabnya datar. Tiba-tiba Satria menghentikan laju mobilnya, di tempat yang menurut Anti sangat sepi.

“Kenapa berhenti di sini?” Tanya Anti curiga. Satria melepas seat-beltnya dan mendekat ke Anti. Anti berusaha mundur namun terhalang pintu mobil. Satria mendekatkan wajahnya dan hendak mencium bibir Anti. Anti segera mendorongnya.

“Apa maksud kamu, belum saatnya..” Protesnya mulai takut.

“Udahlah, nggak usah munafik kamu mau kan..” Satria melingkarkan tangan keleher Anti, dan hendak menciumnya lagi. Anti mendorongnya tapi Satria terlalu kuat.

“Lepasin!” Anti mulai takut air matanya keluar. Satria tetap berusaha menciumnya. Anti menjerit dan mendorongnya sekuat tenaga. Terbesit wajah Faris dibenaknya dia tidak pernah seperti ini. Dia sopan sama cewek. Satria mengambil kesempatan saat Anti melamun. Tapi Anti mendorongnya lagi. Dia mulai menangis.

“Ayolah An..” Satria makin nafsu.

“NGGAAK.!!!!!!” Anti berteriak menamparnya.

“Kita putus!!” Anti kabur dari mobil dia berlari sejauh mungkin. Sementara Satria masih meringis terkena tamparan Anti. Dia mengumpat kesal. Anti sampai di tempat yang ramai. Dia memanggil taxi. Dia baru merasakan kakinya linu, karena lari dengan memakai hak tujuh senti, tapi dia nggak peduli. Anti nggak nyangka cowok yang dianggapnya baik, ternyata malah mau melecehkannya. Dia terus menagis dalam taxi. Sampai nggak terasa dia sampai di rumah. Dia masuk kamar dan menghempaskan tubuhnya di ranjang. Dia hanya bisa menangis. Menangis terus. Faris. Wajahnya melintas dipikiran Anti. Dia menyesal. Sekarang dia sendiri. Tidak ada Satria tidak ada Faris. Dia malu, apa yang akan dia katakana pada Faris kalau dia kembali. Dia sudah menghianatinya. Mama melihat keadaan Anti, yang nggak berhenti menangis. Dia mendekat. Anti langsung memeluknya.

“Satria ma…” Katanya sambil terisak.

“Kenapa sama dia?” Kata mamanya lembut.

“Dia mau cium aku… Dia ngelecehin aku..” Air matanya semakin tergerai jika mengatakan hal itu karena kejadian itu terbayang lagi.

“Apa?” Mamanya kaget. “Tapi kamu nggak pa-pa kan?”

Anti menggelengkan kepalanya masih dipelukan mamanya.

“Mama kan sudah bilang, dia itu membawa dampak buruk sama kamu.” Katanya lembut. Anti melonggarkan pelukannya dan menatap mamanya.

“Ma’afin Anti ya ma… Anti sudah membangkan sama mama, udah nggak dengerin omongan mama.” Isakannya belum berhenti.

“Iya.” Jawab mamanya sambil menidurkan kepala Anti.

“Sekarang kamu istirahat aja.” Mamanya membelai rambut Anti lagi. Dan berlau meninggalkannya. Anti nggak bisa memejamkan matanya, dia masih menatap fotonya dengan Faris yang terpajang di meja dekat ranjangnya.. Entah mengapa dia nggak menggantinya dengan fotonya dengan Satria. Dia kagen, dia butuh, dia ingin Faris ada di sini. Tapi dia juga sudah merasa tidak pantas buat Faris, dia sudah mengkhianatinya. Dia sudah selingkuh di belakangnya. Sekarang dia hanya bisa menangis, dia takut Faris benar-benar meninggalkannya, bukan karena pekerjaannya, tapi karena kecewa. Anti semakin bingung. Bantalnya basah. Dia memejamkan mata dengan air mata masih terus mengalir.

Pagi yang cerah, tapi tak secerah hati Anti. Kali ini dia kembali murung, kali ini semakin parah. Dia sangat merasa bersalah. Dia memakan sarapanya sedikit sekali, dia merasa nggak nafsu. Mamanya membujuknya tapi dia nggak peduli, dia berangkat dengan langkah lesu. Sangat tidak bertenaga. Sepanjang perjalanan ke sekolah dia hanya melamun.

“Sudah sampai non..” Kata Pak Karta sopirnya.

Anti turun tanpa senyum. Dia melihat semua cewek senang karena melihat matanya sembab, mereka sudah menduga Anti putus dengan Satria. Karena setiap cewek yang diputus Satria pasti akan menangis sampai matanya sembab, bahkan menghitam. Tapi ini beda Anti yang mutus Satria, dan dia merasa frustasi karena merasa bersalah sama Faris. Dia sudah berburuk sangka sama dia. Dia salah menilainya. Anti berpapasan dengan Satria, yang sudah menggandeng cewek lain. Satria dan cewek itu memandang sinis Anti. Dia berusaha menahan air matanya yang sudah mulai keluar lagi. Isya mulai prihatin sama temannya. Isya mendekatinya.

“Gue udah tahu kok.” Katanya. Cepat banget kabar ini menyebar, padahal kejadiannya baru tadi malam.

“Erik yang ngasih tahu.” Lanjtnya. Anti tetap bergeming. Air matanya mulai jatuh lagi. Betapa jahatnya dia. Dia terus menyalahkan dirinya sendiri.

“Lo sabar ya..” Isya mengerti, sahabatnya itu kalau lagi murung, lebih tepatnya frustasi, tidak akan mau diganggu. Isya meninggalkannya sendiri. Anti jadi jarang makan, dia hanya termenung di kamar, menangis dan terus menyalahkan dirinya sendiri. Hanya itu. Di sekolah, di rumah hanya merenung dan merenung. Mamanya mulai khawatir. Tapi Anti selau bilang “Nggak pa-pa” setiap ditanya. Padahal dia sangat tidak baik. Dia terus menyalahkan dirinya. Menangis, hanya itu. Atau kalau tidak menonton tv tapi pandangannya dan pikirannya sama sekali tidak terfokus pada media elektronik itu. Lama-lama Anti jatuh sakit, dia demam, dan terus mengigau, minta ma’af. Mamanya yang mengetahuinya langsung membawa Anti ke rumah sakit. Tubuh Anti sangat lemas.

“Dia demam, dan mengalami dehidrasi ringan. Tapi dia tidak apa-apa, bisa dirawat di rumah.” Dokter menjelaskan. Mama dan papa sedikit lega mendengarnya. Akhirnya Anti dibawa pulang. Selang infus di dikaitkan di punggung tangannya. Tubuhnya lemas sekali, karena dia kekurangan cairan. Dia terus mengigau..

“Ma’af,, ma’afin aku..” Terus seperti itu. Mamanya berusaha menenangkan, mama terus berada di sampingnya. Kejadian itu berlangsung beberapa hari. Anti juga sudah lima hari tidak masuk sekolah, sebenarnya dalam tiga hari saja sudah sembuh, tapi dia masih memperparah penyakitnya sendiri. Anti terus mengigau. Isya juga datang menjenguknya. Matanya terpejam ketika Isya datang. Dia merasa ada yang datang, lalu matanya terbuka. Isya tersenyum padanya.

“Gimana? Udah baikan?” Tanya Isya.

Anti hanya diam. Lalu..

“Belum…” Diam beberapa sa’at. “ Hati aku belum pulih.” Lanjutnya.

“Sampai kapan lo bakal nyalahin diri lo sendiri?” Isya seimpati.

“Nggak tahu.” Matanya tetap memandang langit-langit kamar yang bergambar awan biru itu.

“Gue emang salah, ma’afin gue.” Lanjutnya.

“Iya gue tahu, gue juga minta ma’af, kemarin gue cuma nggak tega aja, kalau Faris kamu duain.” Jelas Isya. Air mata Anti menetes lagi. Setiap mendengar nama itu, Faris. Dia takut, dia malu. Dia benar-benar nggak siap kalau Faris benar-benar meninggalkannya. Isya memeluk sahabatnya yang terbaring lemas itu.

“Gue takut Sya, gue malu, gue.. Gue nggak siap kalau dia benar-benar pergi dari gue.. Gue nggak mau, gue sayang dia…” Anti berkata jujur. Tangisannya pecah.

“Iya gue tahu, lo sabar ya.. Gue yakin dia bakal ma’afin lo kok, gue kenal Faris sama lamanya kayak gue kenal sama lo.” Isya memang paling bisa diandalkan disaat seperti ini.

“Gue nyesel udah pacaran sama Satria.” Lanjutnya, masih terisak.

“Iya, yang udah ya udah. Lo jangan nyiksa diri lo kayak gini. Lo harus kuat. Masa umur udah tua, masih kayak anak kecil aja.” Isya melonggarkan pelukannya dan tersenyum. Anti sedikit lega, mendengar ucapan sahabatnya itu. Karena besok hari Minggu, Isya menginap di rumah Anti. Anti menjadi lebih baik karenanya. Isya getol banget maksa Anti buat makan, dia memang cerewet sekali. Suara cemprengnya juga buat berisik. Tapi mama Anti senang dengan adanya Isya. Tubuh Anti sedikit lebih segar. Isya selalu datang sehabis pulang sekolah, dan pulang pada malam harinya. Atau dia menginap, dan berangkat sekolah dari rumah Anti. Sedikit demi sedikit keadaan Anti membaik, dia sudah bisa menopang tubuhnya sendiri, dia tidak legi memakai kursi roda, dia sudah bisa berjalan sendiri meskipun masih harus pegangan pada benda di sekitarnya.

“Gue seneng lo udah baikan, gitu dong..” Ucap Isya saat mereka duduk di ayunan dekat kolam renang. Anti hanya tersenyum.

“Gue kangen Faris Sya, tapi apa gue pantes bilang kayak gini.” Anti tersenyum sinis.

“Mulai lagi deh, udahlah… Kalau emang dia bener-bener ninggalin lo, lo musti ikhlas karena itu emang resiko yang harus lo tanggung.” Jelas Isya sambil menyedot jus apelnya. Anti memandangi cincin nya. Tersenyum lagi.

may be, do’ain aja gue bener-bener siap.” Anti menghela nafas panjang. Berusaha menenangkan segala macam kecamuk dihatinya.

Pagi ini dia siap bersekolah kembali, dia sudah banyak ketinggalan pelajaran, sebentar lagi ujian semester dua dan akan naik kelas tiga. Dia sudah siap (lebih tepatnya disiap-siapin) bila Faris benar-benar bakal ninggalin dia. Dia melahap sarapannya dengan cepat.

“Nggak usah buru-buru..” Tegur papa.

“Nggak pa-pa kok pa, Anti udah lama nggak makan enak, selama Anti sakit semuanya pahit.” Jawabnya dengan mulut penuh. Dia juga semangat ke sekolah. Isya senang melihat perubahan temannya itu.

“Woy.. Gimana? Kayaknya udah semangat lagi nih..” Suara cempreng itu, menghibur Anti. Anti hanya tersenyum. Dia memang masih galau. Isya menyadarinya, dia duduk di sampingnya,

“Lo beneran nggak pa-pa?”

“Yah… Mau nggak mau, gue mesti terlihat baik-baik aja.” Jawabnya sambil mengangkat bahu. Konsentrasi Anti mulai pulih lagi dalam mengikuti pelajaran, meski dia masih terus menyalahkan dirinya. Bel pulang terdengar, semua murid kelas XI-H paling suka kalau jam pulang, kalau waktunya pulang tapi guru masih getol nerangin, pasti semua bakal protes sok mendemo gitu. Benar-benar aneh, tapi Anti merasa nyaman berada di kelas itu. Rasa kekeluargaannya sangat terasa. Sebelum pulang sekolah dia dan Isya pergi ke mall dulu, penyakit shopa holic mereka kumat. Anti sempat melamun, karena ini mall favorit Anti dan Faris. Isya menepuk pundak Anti, yang membuat lamunannya buyar. Mereka membeli beberapa baju, (padahal yang di rumah belum dipakai), sepatu, dari yang teplek sampai yang berhak lima belas senti. Itu khusus Isya karena dia pendek. Belanja memang bisa membuat tenang, begitu juga dengan Anti, dia jadi sedikit tenang. Hari sudah sore. Setelah puas belanja ini itu, mereka pulang, Anti mengantar Isya sampai depan rumahnya. Setelah melambaikan tangan pada sahabatnya itu, sopir melajukan mobil Anti lagi. Beberapa menit kemudian Anti sampai di rumah. Anti membuka pintu dengan senyum lebarnya..

“Anti pu…..”

Kata-katanya terhenti ketika dia melihat sosok laki-laki yang jelas tak asing lagi baginya, laki-laki itu tersenyum padanya. Belanjaan Anti langsung jatuh ke lantai. Faris, Faris kembali. Dia masih terpaku. Dia mulai takut lagi, segenap rasa siap yang sudah dia bentuk dengan susah payah, berantakan lagi. Yang ada rasa malu, dan takut. Faris heran melihat kekasihnya itu. Dia mendekati Anti. Semakin faris mendekat padanya Anti semakin mundur. Dia masih tercengang, detak jantungnya tak beraturan. Faris semakin dekat.

“Hai…” Sapanya canggung. Dia memegang pundak Anti. Anti lamgsung berlari. Dia takut kalau dia semakin nggak siap Faris bakal ninggalin dia, dia bingung apa yang harus dia katakan. Dia takut, dia malu. Anti mendengar Faris memanggil namanya. Anti masih berlari kecil tanpa sadar kakinya menuju kea rah kolam renang, sampai sana kakinya terasa lemas, dia terduduk di dekat ayunan. Air matanya keluar lagi. Dia benar-benar bingung apa yang harus dia lakukan. Dia mendengar langkah kaki mendekatinya. Faris bejongkok di dekatnya.

“Kenapa kamu kembali?” Pertanyaan bodoh.

“Karena aku sudah janji aku bakal kembali.” Faris merasa bersalah karena sudah lama tak memberi kabar, tapi bukan itu, bukan itu yang membuat Anti menangis. Anti masih terisak.

“Aku minta ma’af, aku sibuk… Aku nggak sempat..” Kata-katanya diputus Anti.

“Kamu nggak perlu minta ma’af.” Anti berdiri dan duduk di ayunan masih membelakangi Faris yang masih bingung.

“Aku minta ma’af…” Dia membelai rambut Anti. Anti semakin miris dengan ini.

“Kenapa kamu di sini?” Pertanyaan Anti itu membuat Faris bingung.

“Apa maksud kamu?” Dalam keadaan seperti ini dia masih tenang, masih lembut.

“Aku nggak pantas buat kamu.” Anti menjawab ketus. Lama-lama Faris semakin bingung. Dia menarik lengan Anti dan menghadapkan ke arahnya. Faris sedikit terkejut karena melihat anak kecil itu menangis. Dia menghapusnya, tapi tangan Anti menepisnya. Faris semakin bingung. Anti berbalik lagi dia mengatur nafasnya..

“Ma’afin aku..” Dia memulai bicara. “aku sudah berusaha, aku udah nungguin kamu, tapi kenapa kamu nggak pernah telfon, sms, e-mai, mana janji-janji kamu.. Aku memang sengaja nggak menghubungi kamu,, biar kamu nggak terganggu..” Anti mulai terisak lagi, emosinya naik lagi

“Aku tahu aku…” Kata-kata Faris terpotong lagi.

“Aku belum selesai…” Sela Anti. “Kamu tahu nggak, aku bingung, khawatir, semua campur aduk jadi satu. Aku takut kamu sakit, aku takut kamu punya pacar lagi di sana. Aku takut, aku bingung aku harus tetap percaya lagi sama kamu apa enggak… Aku bingung… Aku kangen sama kamu, aku mikirin kamu terus apa kamu ngerti?” Nadanya meninggi. Faris hanya menundukkan kepala lemas. Dia hanya diam. Anti melanjutkan lagi.

“Aku galau Ris, aku bingung, aku nggak kuat…” Dia menarik nafasnya yang mulai terengah karena emosi.

“Aku selingkuh..” Faris kaget dengan pernyataan Anti. Tapi dia tetap diam. “Aku selingkuh sama teman sekolah aku, dia datang saat aku galau, dia datang di saat aku butuh banget kamu.” Suara Anti merendah, air matanya masih terus jatuh. “Dia bisa menghibur aku, dia bisa buat aku tenang.” Lanjutnya.

“Kamu bahagia sama dia...?” Tanya Faris ragu.

“Awalnya… Tapi dia mau ngelecehin aku, dan saat itu juga kami putus.. Meskipun aku pacaran sama dia aku masih mikirin kamu, dan saat aku putus kamu yang aku pikirin itu kamu. Aku butuh kamu…” Anti terisak untuk kesekian kalinya. Faris tetap bergeming. Lalu dia menarik Anti ke dalam pelukannya. Kali ini Anti tidak bisa menolak, tangan Faris terlalu kuat. Baru kali ini Faris memeluknya, baru sekali ini. Anti merasa tidak pantas diperlakukan seperti ini.

“Ma’af, aku minta ma’af…. Aku memang salah..” Ucap Faris. Dagunya menempel di atas kepala Anti.

“Aku memang terlau sibuk, ma’afin aku, bahkan aku nggak tahu kamu sakit..” Lanjutnya.

“Mungkin kata-kata ku tadi memang mggak berpengaruh buat kamu, aku siap kalau kamu pengen ninggalin aku, aku siap..” Anti terisak di dada Faris.

“Nggak, aku nggak akan ninggalin kamu, nggak akan.” Jawab Faris yakin. Anti terdiam mendengar itu. Faris nggak marah.

“Kamu nggak marah?” Anti meyakinkan.

“Bohong, kalau aku nggak marah, tapi aku bebasin kamu untuk milih siapa yang terbaik buat kamu, aku tahu kamu masih ingin mencari siapa yang terbaik untuk nemenin kamu disisa hidup kamu, ma’af kalau aku egois.” Jelas Faris, betapa baik laki-laki ini. Anti menyesal telah berpikiran buruk padanya. Anti menggelengkan kepalanya.. Dia melepas pelukan Faris.

“Nggak, kamu nggak salah, aku yang salah, kamu nggak egois, aku yang nggak dewasa.. Kamu yang terbaik, kamu yang aku butuh, bukan orang lain..” Air matanya keluar lagi. Faris menghapusnya.

“Terserah kamu dekat sama siapa aja, terserah kamu suka sama siapa, tapi buat aku cukup kamu aja, aku nggak mau yang lain.. Jadi jangan udahin hubungan kita ya.” Jelas Faris. Anti terperangah mendengar itu, dia tidak menyangka betapa baik Faris, betapa tulus dia.. Faris memeluknya lagi.

Anti to zuto ni ai tai.” Ucap Faris. Anti senang mendengar itu. Faris melonggarkan pelukannya. Kedua tangannya memegang pipi Anti yang penuh air mata.

Because true love never say goodbye.” Lanjutnya. Anti langsung mendekapnya, dia memejamkan mata, air matanya mengalir, tapi kali ini air mata bahagia. Faris semakin mempererat pelukannya. Mereka nggak mau pisah lagi. Nggak akan lagi. Langit yang tadinya berwarna kemerahan berubah menjadi biru tua.. Faris melonggarkan pelukannya, dan memegang pipi Anti dia mendekatkan wajahnya, anti memejamkan matanya karena mengira Faris akan menciumnya, tapi…

“Aku gemeees banget sama kamu.” Ucapnya sambil mencubit kedua pipi Anti dengan kedua tangannya. Anti membuka mata.

“Aaaaaaaaa….. Sakiiit… Eeeeeee” Keluhnya. Faris tertawa dan memeluknya lagi. Anti merasa sangat bahagia saat ini. Sepertinya dia tak ingin malam ini berakhir.

0000ooooo0000

Hah… Pagi ini adalah pagi yang paling indah bagi Anti. Semuanya begitu cerah hari ini.

“Kayaknya seneng banget anak mama..” Goda mama.

“Iya dong..” Jawab Anti sumringah. Papa hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.

Tak lama setelah selesai sarapan, suara derum mobil terdengar. Itu pasti Faris. Anti lekas pamit ke mama papanya dan berlari keluar. Dia melihat kekasihnya itu sudah berdiri di samping mobil sambil tersenyum. Anti langsung mempercepat langkahnya. Dilingkarkan tangannya ke leher Faris.

“Pagi sayang..” Ucap Faris sambil mengecup kening Anti.

“Pagi juga.. Berangkat yuk.” Anti melepaskan tangannya dan masuk ke mobil. Mereka terlihat bahagia sekali.

“Kamu nggak akan ke Amerika lagi kan?” Tanya Anti.

“Ya nggak lah, aku lebih suka di sini, sama kamu.” Ucapnya. Anti selalu tersenyum kalau di dekat Faris. Selalu seperti itu. Kenapa SMA Himakerta dekat sekali. Cepat sekali mereka sampai. Anti melepas sabuk pengamannya dan bergegas keluar.

“Aku turun ya..” Pamit Anti. Faris menganggukkan kepala lalu mengecup kening Anti lagi. Namun ada yang aneh, Faris memeluknya erat sekali seolah-olah mau pergi jauh. Namun Anti tak menghiraukannya mungkin saja dia masih kangen. Anti turun dengan senyum bahagia. Semua yang ada di koridor ia sapa. Tanpa sengaja Anti berpapasan dengan Satria. Namun Satria sama sekali tak menatap Anti. Kalau bertemu cowok itu, Anti ingin sekali marah. Tapi untuk apa? Toh masalahnya sudah selesai, dan Faris sudah kembali.

“Hai Sya..” Sapa Anti senyam-senyum.

“Hai, kayaknya lo seneng banget hari ini, kenapa?” Tanya Isya penasaran.

“Kemarin Faris pulang..” Jawab Anti setengah berteriak. Isya membelalakkan mata sambil ikut teriak. Anak- anak satu kelas langsung memeperhatikan mereka. Tapi selang beberapa saat mereka sibuk dengan urusan masing-masing, tak peduli dengan mereka berdua. Namun ada satu murid di kelas itu yang merasa terganggu. Rizky. Cowok pendiam yang hampir nggak pernah di kelas kalau bel belum bunyi. Cowok yang selalu menyendiri dan menutup diri. Anti juga heran kenapa Rizky jadi seperti ini, apalagi dia selalu sewot kalau bertemu Anti.

“Ngomongin apaan sih?” Tanya dia agak sewot.

“Biasa, urusan cewek.” Jawab Anti santai.

“Nggak perlu teriak-teriak gitu bisa nggak?” Tanyanya sok cool.

“Kayaknya kita udah biasa deh teriak-teriak, kenapa lo?” Tanya Anti sinis.

“Gue terganggu.” Jawabnya tanpa menatap Anti.

“Oh.. Lo terganggu, keluar aja kalau gitu.. Emang biasanya lo nggak pernah di

Kelas kan?” Anti kesal melihat sikap Rizky yang selalu protes itu. Isya hanya bisa diam, melihat mereka berdua. Padahal Isya tahu kalau Rizki habis putus dari pacarnya. Makanya dia sewot.

“Terserah…” Rizky melangkahkan kaki sambil mendorong pundak Anti. Dia semakin sewot.

“Eh… Biasa aja deh!” Anti berteriak. Rizky hanya diam dan terus berlalu.

“Dasar tuh anak, merusak kebahagiaan gue aja.” Ucap anti sambil melipat tangannya.

“Tapi mestinya lo ngertiin dia juga dong.” Ucap Isya sambil berlalu menyusul Rizky. Anti bingung. Dia hanya bisa menganga. Kenapa Isya? Kok belain Rizky sampai gitu banget?

Isya menemukan Rizky duduk dibawah pohon sendirian. Isya duduk disampingnya. Rizky melirik lalu memalingkan wajahnya ke Isya.

“Eh, lo Sya ada apa?” Tanya Rizky tanpa ekspresi.

“Maafin sikap Anti tadi ya, dia tadi senang banget soalnya pacarnya baru pulang

dari Amerika.” Jelas Isya. Isya sudah lama mengagumi Rizky. Isya selalu penasaran dibuatnya. Sementara itu Anti bingung mencari mereka. Anti melihat Isya dan Rizky, dia melangkahkan kaki mendekati mereka tapi langkahnya terhenti.

“Oh.. Nggak apa-apa kok, tadi di kantin ramai banget makanya gue ke kelas.” Jawabnya singkat. Isya menganggukkan kepala. Diam sesaat. Isya membuka pembicaraan.

“Lo masih mikirin Nua?” Tanya Isya. Anti mendengarkan percakapan mereka. Nua? Bukannya itu pacarnya Rizky, memangnya ada apa dengan mereka berdua. Anti tetap pada posisinya berdiri dibalik pohon tempat mereka berteduh.

“Iya, susah banget ngelupain dia. Sebenarnya kita masih saling sayang, tapi

karena orang tua dia nggak setuju….” Jelas Rizky. Anti kaget. Mereka putus? Anti merasa bersalah karena sudah membentaknya tadi. Sinis sama dia. Anti mendengarkan lagi. Isya nggak pernah cerita kalau dia dekat dengan Rizky. Kalau Rizky mau cerita tentang masalah pribadinya, berarti mereka dekat.

“Lo sabar aja, semua itu butuh proses.” Ucap Isya. Suara cemperengnya sedikit menggelikan Anti. Ternyata dia bisa dewasa juga. Anti membalikkan badan dan kembali ke kelas. Jam pelajaran satu per satu berlalu. Semua anak SMA Himakerta berhamburan pulang. Begitu juga Anti dan Isya. Anti masih penasaran dengan kedekatan sahabatnya dengan cowok sok cool itu. Anti membuka pembicaraan.

“Sya…” Isya menoleh.

“Gue mau Tanya, lo sama…” Belum selesai Anti bertanya Hpnya berdering. Mama Faris. Anti mengangkatnya.

“Halo tante, ada apa?” Tanya Anti santai. Isya ikut memperhatikan. Tapi tiba-tiba Anti membelalakkan mata. Mulutnya menganga kaget.

“A.. apa?” Tanyanya terbata. Isya penasaran, apa yang sedang terjadi?

“Kenapa An?” Tanya Isya. Anti hanya menggelengkan kepala taak percaya.

“Nggak mungkin, tante bercanda kan? Anti mulai terisak. Emosinya tak terkendali. Tangannya bergetar. Hpnya lepas dari genggamannya. Isya tambah penasaran. Dia memungut Hp Anti dan bicara dengan mama Anti. Anti terduduk lemas dengan tatapan kosong dan linangan air mata.

“Halo tante, ini Isya ada apa?” Tanya Isya yang ikut panik.

“Faris baru saja kecelakaan, dia sekarang koma.” Jelas mama Faris.

“Apa?!” Isya langsung memandang Anti yang lemas seperti orang frustasi.

“Halo… Halo…?” Suara mama memanggil.

“Oh iya tante kita segera kesana, rumah sakit mana ya tante?”

“Rumah sakit Harapan Sehat.”

“Iya tante terimakasih..” Isya menutup pembicaraan.

“An….” Isya mengusap punggung Anti.

“Kita ke Rumah sakit sekarang..” Anti berlari menuju mobil.

Isya memarkirkan mobilnya, belum sampai benar-benar berhenti, Anti membuka pintu dan langsung berlari ke dalam. Isya kaget melhatnya. Dia langsung cepat-cepat menyusulnya. Anti bertanya pada seorang perawat dimana Faris dirawat. Setelah perawat itu memberi tahu, Anti langsung berlari ke ruang dimana Faris dirawat. Anti melihat orang tua Faris keluar dari ruangan dengan isakan tangis. Anti melambatkan langkah, dia bingung apa yang sedang terjadi.

“Tante, Faris nggak apa-apa kan?” Tanya Anti sedikit panik. Mama Faris tak menjawab dia menghindar. Anti semakin bingung.

“Anti, yang sabar ya… Mungkin kalian nggak berjodoh..” Ucap papa Faris.

“Maksudnya?” Anti benar-benar panik sekarang.

“Faris sudah pergi, meninggalkan kita semua.” Ucap papa Faris. Mama Faris semakin terisak. Anti melemas, dia terduduk dengan tatapan kosong dan terus menggelengkan kepala. Apa tadi pagi itu pelukan terakhir?

“Ini nggak mungkin, ini nggak mungkin..” Ucapnya berlinang airmata. Kaki Anti melemas, dia ingin sekali berdiri melihat jenazah Faris namun kakinya susah digerakkan. Isya yang baru datang kaget dengan suasana ini.

“An.. Ada apa?” Tanya Isya. Anti langsung memeluknya sambil menangis menjadi-jadi.

“Faris Sya,, Faris…..” Anti tak bisa melanjutkan kata-katanya dia hanya bisa menangis dan menangis. Tak lama kemudian dokter dan tiga perawat laki-laki dan perempuan keluar dengan membawa jenazah Faris. Isya baru tahu apa yang terjadi. Dia langsung menenangkan Anti yang terus menangis. Anti membalikkan badan dan berdiri manghentikan mereka.

“Dok, please jangan bawa pacar saya, saya yakin dia hanya pura-pura, atau

mungkin dia bikin kejutan buat saya karena dia baru saja pulang dari luar negeri.” Ucap Anti sesenggukan. Dia membuka kain putih yang menutupi wajah Faris. Dia menatapnya nanar.

“Faris, sayang… Kamu bangun ya… Kamu jangan bercanda terus dong, kamu

bangun ya… Aku sayang kamu.” Anti tersenyum sambil membelai Faris. Dokter mengalihkan tangan Anti.

“Kami sudah melakukan yang terbaik..” Dokter hanya bisa berkata itu.

“Nggak, kamu nggak akan ninggalin aku kan sayang, kamu janji kan? Kamu

nggak akan ninggalin aku..” Ucap Anti terus-terusan. Namun mereka tetap membawa Faris.

“Dokter, saya mohon jangan bawa dia dok..” Tapi dokter tetap membawanya.

“Dokter jangan bawa dia, jangan bawa dia, jangan bawa dia…” Anti memegangi lengan dokter itu.

“An… Udah dong..” Isya berusaha melepaskan Anti namun anti tetap bersikeras sampai terseungkur ke lantai. Dia menangis sambil berteriak.

“Faris, kenapa kamu ninggalin aku… kenapa?” Ucapnya sambil berteriak sampai suaranya parau. Orangtua Faris juga tak bisa berbuat apa-apa. Mereka mengikuti dokter ke mobil jenazah untuk pemakaman Faris.

“Kenapa kamu ninggalin aku, kenapa?” Anti mangucapkan kata-kata itu berulang-ulang sambil terus sesenggukan. Isya mengangkat tubuh Anti yang lemas. Kaki Anti rasanya melemas. Isya memapahnya sampai mobil. Anti hanya bisa diam dan menangis. Sampai di pemakaman Anti berlari namun usahanya itu tak berhasil dia terjatuh. Dia merasa putus asa sekali. Isya mengangkatnya dan menggandengnya. Anti seperti orang linglung melihat jenazah Faris dimasukkan ke dalam liang lahat dan dikubur. Setelah upacara pemakaman selesai, satu per satu orang pergi hanya ada Orangtua Faris, Anti, dan Isya. Mama Faris memeluk Anti erat.

“Kamu yang sabar ya sayang..” Ucapa mama Faris. Namun Anti tetap lemas tak berdaya. Orangtua Faris juga pergi meninggalkan Anti dan Isya. Anti terduduk lemas memandangi batu nisan yang bertuliskan Faris Atmadja. Isya hanya bisa menemani dan terus berusaha menenangkan sahabatnya itu.

“Selamat tinggal, aku sayang kamu.” Ucapnya nanar. Airmatanya seolah belum mau berhenti. Hari sudah semakin sore, Isya membujuk Anti pulang.

“An, udah sore.. Pulang ya..” Ucap Isya.

“Gue nggak mau pulang, gue mau nemenin Faris, gue nggak mau dia sendirian.” Ucap Anti sambil tersenyum pahit.

“An, Faris tuh udah nggak ada, lo yang sabar.. kita pulang ya.” Isya terus membujuknya.

“Kata siapa dia nggak ada, kata siapa?” Anti benar-benar frustasi. Isya mengangkatnya paksa.

“Da da Faris… I love you..” Anti bertingkah seperti orang gila. Isya menahan airmatanya yang berusaha terus untuk keluar. Dia tak tega melihat Anti. Di mobil Anti hanya diam seperti orang bodoh. Isya tak tahu harus bagaimana.

“Lo yang sabar ya An, lo harus kuat.” Ucap Isya untuk mengisi keheningan. Tapi itu percuma, Anti hanya diam dan linglung. Sampai di rumah, Anti tetap bergeming. Isya menarik tangannya. Mama Anti terkejut melihat keadaan anaknya yang kacau. Anti melepaskan tangan Isya dan melangkah ke kamarnya dengan gontai. Sesekali dia jatuh. Tapi dia seakan tak peduli dengan dirinya lagi. Mama Anti bingung.

“Dia kenapa Sya..?” Tanya mama sedikit panik.

“Huh… Faris tante, Faris meninggal dalam kecelakaan tadi siang.” Jawab Isya datar.

“Apa?! Tadi kan, tadi.. Faris masih jemput Anti kesini?” Mama tambah panik.

“Iya tante, maka dari itu Anti sangat syok, mereka baru bertemu.” Jelas Isya.

“Apa kamu udah mastiin itu Faris, bisa aja salah kan..” Mama Anti tak percaya.

“Itu benar tante, saya juga nggak percaya tapi waktu Anti melihatnya itu benar

benar Faris.” Air mata Isya keluar dengan sendirinya. Dia begitu merasakan kesedihan dan kehilangan yang dirasakan Anti. Isya menceritakan semuanya pada mama Anti. Mama prihatin mendengar cerita dari Isya. Setelah Isya pulang, mama langsung ke kamar Anti. Dilihat anaknya sedang memeluk foto Faris sambil senyam senyum.

“Sayang, kamu yang sabar ya… Ini semua sudah takdir.” Ucapnya sambil mengusap kepala Anti.

“Kenapa semua orang bilang kalau Faris mati! Kenapa?!” Anti berteriak dan menepis tangan mama. Mama semakin tak dapat membendung air matanya.

“Faris nggak mati! Faris udah janji kalau dia nggak akan ninggalin Anti, iya kan

sayang.” Anti memeluk foto Faris lagi sambil tersenyum. Mama langsung memeluknya. Anti tetap tak mempedulikannya. Dia benar-benar frustasi.

Anti menuruni tangga. Dia meneguk susunya dan membawa setangkup rotinya keluar rumah.

“Dianter papa aja ya..” Mama memegang lengannya.

“Nggak. Anti pengen berangkat sendiri.” Jawab Anti linglung.

“Mana mungkin mama biarin kamu nyetir sendiri, dianter papa aja.” Mama membujuk. Terdengar suara derum mobil dari luar. Mobil Isya.

“An berangkat sama gue ya.” Bujuk Isya. Anti hanya diam, dia berjalan masuk ke mobil Isya. Isya pamit pada mama Anti dan langsung menyusul Anti ke mobil. Sepenjang perjalanan mereka hanya diam. Anti terus menatap kosong keluar jendela.

“An, lo semangat ya… Ujian semester tinggal dua bulan lagi.” Percuma Isya berkata seperti itu. Anti tetap tak mendengarkan. Sesampainya di sekolah Anti turun dan berjalan tetap dalam keadaan yang sama.

“Bruk.” Anti merasakan tubuhnya ada yang menyenggol. Dia terduduk lemas di lantai. Anti mendengus, air matanya membendung. Rizky yang tadinya bermaksud tak mempedulikannya, mengurungkan niatnya. Dia berbalik dan berjongkok di dekat Anti. Isya menghentikan langkah ketika Rizky melakukan itu. Dadanya serasa berdesir.

“Eh, lo kenapa?” Tanyanya cuek. Anti hanya menggelengkan kepala, dia juga tak mempedulikan airmatanya jatuh. Rizky menyibakkan rambut Anti yang menutupi wajahnya dan menegakkan bahunya.

“Lo nangis?” Tanya Rizky. Dadanya tiba-tiba miris melihat Anti. Dia memang cuek, tapi paling nggak tega kalau melihat cewek nangis. Anti tersenyum sinis. Dia berdiri bermaksud meninggalkan Rizky dan pertanyaannya, tapi terjatuh lagi. Rizky langsung menopang tubuh Anti. Isya menghilangkan pikiran buruknya, dan menghampiri mereka berdua.

“Makasih ya Riz.” Isya langsung melepaskan tangan Rizky, dan menggandeng Anti menjauh. Rizky bingung, kenapa Anti sangat kacau? Padahal kemarin dia begitu ceria sampai teriak-teriak. Rizky tak menghiraukannya meskipun dalam hatinya masih bertanya-tanya dan ‘sangat kawatir’. Anti sama sekali tak konsentrasi di kelas. Dia hanya diam dan menatap kosong ke papan tulis. Ketika guru menanyainya, dia juga sama sekali tak menghiraukannya. Semua heran dengan kelakuan Anti hari ini sangat berbeda. Akhirnya Isya menjelaskan semua yang terjadi pada guru. Bu Anik pun mengerti. Rizky yang dari pagi penasaran langsung menarik tangan Isya waktu istirahat.

“Sahabat lo kenapa?” Tanya Rizky kali ini dia nggak bisa cuek.

“Kayaknya lo kawatir banget.” Isya mengerutkan dahi.

“Iya, nggak juga tapi tadi gue lihat dia nangis dan kacau banget.” Jawab Rizky. Dia berhasil mengembalikan image coolnya di depan Isya.

“Kemarin gue cerita kan, kalau pacarnya baru pulang dari Amerika.” Isya berhenti.

“Iya, kenapa? Mereka putus?” Tanya Rizky ragu karena raut muka Isya berubah.

“Hei.. Kenapa?” Tanya Rizky sambil memegang lengan Isya.

“Dia meninggal.” Jawab Isya lirih hampir tak terdengar. Rizky tertegun. Dia melihat Anti yang sedang meletakkan kepalanya di meja sambil menangis. Tatapannya kosong. Sangat kacau. Seandainya dulu gue ungkapin perasaan gue. Batin Rizky.

“Menyedihkan ya..” Ucap Isya. Rizky mengangguk. Aneh… Dadanya berdesir lagi, rasanya dia ingin sekali melindungi gadis itu. Bel pulang sekolah berbunyi. Semua berhamburan keluar untuk pulang ke rumah masing-masing. Isya menggandeng Anti keluar menuju mobil.

“Aduh lupa, An buku gue ada yang ketinggalan, gue ke kelas dulu ya..” Pamit Isya. Anti hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum pahit. Isya berlari menuju kelas. Anti menatap kosong ke jalan raya. Terbesit difikirannya untuk berdiri di tengah jalan itu dan membiarkan dirinya ditabrak oleh kendaraan yang lalu lalang di sana. Anti melangkahkan kakinya gontai. Dia tarus berjalan tak peduli dengan suara klakson yang terus berbunyi untuk memperingatkannya untuk minggir. Anti tetap berjalan. Ada sebuah truk yang melaju ke arahnya. Anti tersenyum pahit.

Faris aku akan menyusul kamu sayang.. Batinnya. Truk itu melaju kencang dan terus membunyikan klaksonnya. Anti tetap tak peduli. Dia malah membentangkan tangannya. Semua murid yang masih ada di depan, meneriaki Anti. Ada yang memanggil satpam untuk menyelamatkan Anti. Jalanan sangat ramai. Satpam berusaha berjalan ketengah jalan raya sementara truk itu semakin dekat. Anti tersenyum. Tapi tiba-tiba ada cowok yang berlari dan menarik Anti ke pelukannya. Anti dan cowok itu tersungkur ke pinggir. Isya yang melihat ada keramaian langsung berlari. Dilihatnya sahabatnya itu terjatuh. Dia juga melihat Rizky yang mengerang karena tangannya terluka. Anti langsung melepaskan pelukan cowok itu. Anti baru sadar kalau yang menariknya adalah Rizky.

“Kamu nggak apa-apa?” Tanya satpam panik.

“Nggak apa-apa pak.” Jawab Rizky sambil memegangi tangannya. Anti merasa sangat marah.

“Kenapa lo tarik tangan gue! Kenapa?!” Bentak Anti.

“Lo gila ya! Itu bahaya tahu nggak!” Rizky meringis karena tangannya luka.

“Lo yang gila! Kenapa lo ikut campur! Kenapa lo nggak biarin gue mati aja!” Anti berteriak sambil mendorong tubuh Rizky yang membuatnya tersungkur lagi.

“Ada apa ini?” Tanya Isya yang dari tadi penasaran karena keributan ini.

“Riz lo kenapa?” Tanya Isya. Rizky tak menjawab dia meringis kesakitan.

“Ini teman kamu, tadi mencoba bunuh diri.” Jelas pak Satpam.

“Anti lo kenapa sih An.” Isya mengeluh.

“Udahlah semua nggak ada yang ngerti sama gue! Semua nggak ada yang

ngerti sama perasaan gue!” Anti kembali marah-marah. Emosinya masih sangat labil. Dia berjalan meninggalkan keributan yang sudah disbabkan oleh dirinya sendiri. Kini Anti bemar-benar stress. Dipanggilnya taksi dan pulang.

Isya mengantar Rizky sampai rumah. Dia mengambil air es dan membasuh luka Rizky.

“Lo nekat banget sih Riz?” Tanya Isya sambil terus membasuh lukanya lembut.

“Gue nggak tega lihat dia.” Jawab Rizky sambil meringis kesakitan. Isya diam sejenak. ‘Nggak tega?’ Kenapa Rizky jadi nggak tega sama Anti. Padahal selama ini Rizky selalu cuek sama dia. Kadang-kadang jutek.

“Kenapa?” Tanya Rizky. Isya gugup.

“Eh.. Nggak apa-apa kok.” Isya tersenyum. Dia cepat-cepat membuang pikiran buruknya itu. Mungkin saja dia reflek karena Anti dalam bahaya. Anti membalut luka Rizky.

“Makasih ya Sya.. Lo perhatian banget sama gue.” Ucap Rizky sambil tersenyum. Isya salah tingkah dibuatnya. Dia tersenyum malu.

“Huh… Kenapa dia nekat benget.” Rizky masih mengingat sikap Anti tadi.

“Lo masih khawatir sama dia?” Tanya Isya. Rizky menundukkan kepala. Gue pernah mencintai dia, dan gue kecawa waktu dia jadian sama Faris. Ucapnya dalam hati. Tapi dia tak ingin Isya tahu.

“Nggak, gue heran aja tadi.” Jawabnya singkat. Suasana hening. Isya tak tahu harus berbicara apa sekarang. Hari semakin gelap. Isya pamit pulang.

Risky kembali pada lamunannya. Dia teringat waktu memasuki tahun ajaran baru, dia bertemu dengan Anti. Dia menyukai sifatnya yang selalu ceria, manja, dan apa adanya. Dia selalu berusaha mendekatinya. Anti sangat fair, dia mau berteman dengan siapa saja. Dia juga begitu perhatian. Rizky merasa berbeda kalau di dekat Anti, dia selalu senang kalau di dekatnya. Dia selalu dibuat tertawa karena tingkahnya. Semakin hari semakin berbunga hatinya. Dia mencintai Anti. Rizky mengira Anti juga merasakan hal yang sama, karena Anti begitu welcome padanya. Tanpa dia tahu kalau Anti sudah menjadi pacar Faris. Rizky semakin menyukai Anti. Waktu itu pulang sekolah, Rizky bermaksud mengungkapkan perasaannya.

“Anti!” Panggil Rizky. Anti menoleh. Dia menghentikan langkahnya di samping gerbang sekolah.

“Hei, ada apa?” Tanya Anti sambil tersenyum. Senyum yang selalu membuat Rizky bersemangat dan bahagia.

“Mmm… Gue mau ngomong sesuatu…” Rizky terlihat salah tingkah.

“Ya, ngomong aja.” Ucap Anti santai.

“Gue… Gue….” Rizky terlihat bingung. Anti mengernyitkan dahi.

“Gue apa sih?” Tanya Anti.

“Gue…” Kata-kata Rizky terputus karena Anti mengalihkan pandangannya dan tersenyum pada seseorang. Rizky juga melihat seorang laki-laki tampan berkacamata tanpa frame, mendekati mereka berdua.

“Hai sayang…” Ucap Anti sambil tersenyum. Laki-laki itu tersenyum. Anti mengenalkan Faris pada Rizky. Rizky langsung terdiam. Dia menyalami tangan faris dengan tatapan sedih. Jadi selama ini Anti sudah menjadi milik orang lain.

“Oya Riz, lo tadi mau ngomong apa?” Tanya Anti lagi.

“Eh… Nggak jadi deh… kapan-kapan aja.” Jawab Rizky, dia berusaha menampilkan sikap coolnya lagi. Anti mengangkat dua bahunya dan pergi meninggalkan Rizky. Rizky menjatuhkan bunga yang disembunyikan dibalik punggungnya ketika melihat tangan Faris merangkul pinggang Anti. Gue sayang sama lo An…ucapnya dalam hati ketika mobil Faris melaju meninggalkannya sendirian dengan kesedihannya. Semenjak itu Rizky menutup diri dan tak peduli lagi dengan Anti, kalau bertemu dengannya dia hanya sewot dan tak peduli. Sejak itu dia tak pernah ada di kelas. Dia sama sekali tak mempedulikan Anti lagi. Ketika Anti dekat dengan Satria pun Rizky tak peduli meskipun hatinya masih cemburu melihatnya. Sampai akhirnya dia bertemu dengan Nua. Nua berhasil mengobati lukanya. Namun itupun kandas. Rizky menitikkan airmata. Dia tersadar dari lamunannya dan langsung menghapusnya. Dia memutuskan untuk keluar. Diambilnya jaket dan kunci mobil.

Suara musik dan lampu yang warna-warni itu menambah suasana gemerlap malam ini. Semua orang seperti melupakan masalahnya. Mereka larut dengan alunan musik yang dimainkan Dj. Anti juga menikmati suasana ini. Sejak keributan tadi dia tak pulang ke rumah, dia jalan-jalan ke mall. Lalu mengganti seragamnya. Dia tak peduli lagi dengan semua orang. Dia menganggap semua orang tak ada yang peduli dengannya.